Kehadiran PT Virtue Dragon Nikel Industry (VDNI) yang sedang membangun pabrik pemurnian nickel atau smelter di Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) benar-benar dirasakan asas dan manfaatnya. Pasalnya keberadaan perusahaan itu mampu menyerap tenaga kerja lokal yang pada umumnya berasal dari sultra.
Tidak hanya itu, keberadaan TKA di dua perusahaan itu mampu menciptakan transfer teknologi dari TKA ke pekerja lokal. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sultra, Saemu Alwi.
“Hal ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan sumber daya manusia lokal yang bekerja di perusahaan tersebut. Sebelum ada industri ini jelas tidak ada serapan yang 11 ribu itu. Kalau kita bicara tentang serapan yang ada sekarang pasti besar lah manfaatnya. Tentu ada perbedaannya” ungkapnya.
Selain itu, terkait rencana kedatangan 500 TKA asal China menurut Alwi, perusahaan telah memenuhi prosedur dan aturan yang berlaku. Pihaknya juga sudah menerima surat dari Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja per tanggal 7 April 2020.
“Intinya adalah menyampaikan ke pemerintah daerah Sulawesi Tenggara bahwa Kementerian Ketenagakerjaan itu telah mengeluarkan RPTKA untuk kedatangan kurang lebih 500 TKA itu. Dengan rincian itu 200 itu untuk VDNI dan 300 untuk OSS. Itu surat kami sudah terima” jelasnya.
Sebelumnya Forkopimda Sultra juga telah menyetujui kedatangan 500 TKA asal China. Dimana hal itu bertujuan untuk mempercepat pembangunan smelter di PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) dan PT Obsidian Stainless Steel (OSS).
Kawasan mega industri Morosi saat ini sendiri masih dalam tahap pembangunan, sehingga peluang adanya lapangan kerja baru yang dapat menampung hingga puluhan ribu tenaga kerja sangat terbuka.
Saat ini saja kata Gubernur Ali Mazi, tercatat sebanyak 11.227 orang tenaga kerja lokal yang telah bekerja di kawasan tersebut. Dimana 92 persennya merupakan tenaga kerja asal Sulawesi Tenggara, dan 8 persen dari luar Sultra atau TKA.
***
Geraldy Rakasiwi