PT AKM Minta Pihak Lain Tak JO Dengan PT AKP

Pihak PT AKM saat melakukan konferensi pers. Foto : Geraldy Rakasiwi

Direktur PT. Adi Kartiko Pratama (AKP), Ivy Djaya Susantyo, akhirnya ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus penipuan dan penggelapan dana operasional perusahaan, yang dilaporkan oleh pihak PT. Adi Kartiko Mandiri (AKM) di Polda Sultra, pada 2019 lalu.

Penetapan tersangka Direktur PT. AKP, Ivy Djaya Susantyo tertuang pada surat nomor: B/596/XII/2019/Dit Reskrimum, tentang Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) tertanggal 18 Desember 2019.

Bacaan Lainnya

Berdasarkan penjelasan kuasa hukum PT AKM, Yonatan Nau SH. Ivy Djaya Susantyo memalsukan informasi dengan mengaku telah membeli seratus persen saham PT AKP yang kini telah berubah nama menjadi PT AKM.

“Seolah-olah PT. AKP itu adalah PT. Adi Kartiko, saya tegaskan itu tidak. Jadi, itu adalah salah satu modus yang dipakai,” tegas Yonatan Nau, saat menggelar konfrensi pers.

Dari perbuatan itu kemudian, pihak Ivy Djaya Susantyo mengajukan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus penipuan dan penggelapan di Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Kendari.

Akan Tetapi praperadilan yang diajukan oleh Ivy Djaya Susantyo ditolak oleh PN Kelas IA Kendari. Hal ini tertuang dalam surat putusan PN Kendari nomor: 1/Pid.Prap/2020/PN.Kdi, tertanggal 27 Januari 2020.

Yohanes menambahka, setelah terlapor melakukan pemalsuan dengan segala macam cara, kemudian ia mencoba dengan menjual nama PT AKP sebagai bentuk transformasi dari PT AKP dengan bekerja sama pada satu perusahaan swasta dari Rusia. Kemudian, perusahaan asing tersebut melakukan legal audit, menyatakan keabsahan berdirinya PT. AKP

Akan tetapi, PT AKP tidak mampu membuktikan bahwa perusahaan tersebut adalah jelmaan PT AKP sehingga perusahaan asing tersebut memutuskan perjanjian kerja sama dan meminta ganti rugi royalty kepada PT AKP.

“Ini adalah bentuk kamuflase yang dilakukan oleh Ivy Djaya Susantyo. Jadi saya ingin tidak ada lagi kata main-main dalam perkara ini, khusunya kepada penegak hukum,” katanya.

Sehingga ia sebagai pelapor menginginkan kepastian hukum agar arahnya jelas dan berujung. “Jangan mengulang-ngulang bahwa ini perdata bukan perkara pidana. Apalagi saat ini sudah ada penetapan tersangka,” pungkasnya.

Sementara itu, Komisaris Utama (Komut) PT. AKM, Obong Kusuma Wijaya juga mewanti-wanti kepada pihak-pihak lain yang ingin bekerja sama, agar tidak melakukan kontrak mining dengan pihak PT. AKP sehingga tidak ada lagi  korban serupa.

Pasalnya, PT. AKM yang sebelumnya bernama PT. AKP merupakan pemilik resmi kawasan Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluas 1975 hektare yang terletak di Desa Lameruru, Kecamatan Langgikima, Kabupaten Konawe Utara (Konut).

“Jadi, kami sampaikan kepada pihak-pihak lain agar tidak melakukan kerja sama dengan pihak PT. AKP, karena kami (PT. AKM) pemilik sah kawasan IUP tersebut,” ungkapnya.

Dipaparkanya, sebelumnya PT AKP hanya berstatus sebagai joint operasional (JO) dari PT AKM. Kerja sama tersebut terjalin pada 2008 lalu, dari kontrak kerja sama tersebut PT AKP memiliki kewajiban membayarkan royalti sebesar USD2,5 dollar per metrick ton.

“Kami merugi sekitar Rp 200 miliar. Mereka telah melakukan pengapalan dan menjual ore ke PT. VDNI kurang lebih 300 tongkang, dengan volume 1000 metrick ton per tongkang. Belum lagi penjualan ekspor,” bebernya.

Namun, dalam perjalanannya, setelah pihaknya menagih royalti yang seharusnya dibayarkan kepada PT. AKP, pihak terlapor justru tak membayarkan dengan alasan telah membeli 100 persen saham PT. AKP

***

Geraldy Rakasiwi


Pos terkait