Uang rupiah koin seringkali disepelekan dan enggan untuk digunakan, bahkan terkadang penggunaannya diganti dengan permen. Padahal aturan penggunaan uang koin sudah diatur oleh Undang-Undang dan penolaknya bisa dikenakan sanksi.
Namun sayang, masih banyak banyak pedagang yang menolak menolak uang koin, utamanya pecahan Rp 100 dan Rp 200.
Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Sultra, Bimo Epyanto, mengatakan, selama belum ada penarikan, uang koin masih merupakan alat pembayaran yang sah.
“Selama masih beredar artinya masih menjadi alat pembayaran yang sah di NKRI,” kata Bimo dalam acara Silaturahmi Awal Tahun dan Bincang Media 2021, yang dilaksanakan melalui zoom meeting, pada Kamis (14/01).
Sementara itu, Deputi Kepala Perwakilan Tim Implementasi SP, PUR & MI BI Sultra, Ahmadi Rahman mengatakan, siapa saja yang menolak uang rupiah, termasuk uang koin, akan mendapatkan sanksi.
“Sesuai UU Nomor 7 Tahun 2011, tentang mata uang dalam pasal 33 ayat 1 dan 2, bahwa setiap masyarakat yang bertransaksi menggunakan uang rupiah. Masyarakat yang menolak pembayaran maka dikenakan denda Rp 200 juta dan penjara selama 1 tahun,”
Untuk diketahui, data BI mencatat, hingga kini ada beberapa jenis uang koin yang masih berlaku sebagai alat transaksi tunai.
Uang koin pecahan Rp 1 tahun emisi 1970, pecahan Rp 50 tahun emisi 1999, pecahan Rp 100 tahun emisi 1999, pecahan Rp 200 tahun emisi 2003, pecahan Rp 500 tahun emisi 1997, pecahan Rp 500 tahun emisi 2003, pecahan Rp 1.000 tahun emisi 1993, dan Rp 1.000 tahun emisi 2010.
Tercatat, BI terakhir kali melakukan penarikan uang koin pada 31 Agustus 2010 untuk pecahan Rp 25 tahun emisi 1991.