Pandemi, Pertumbuhan Ekonomi Sultra di Angka 3,8 Persen

Kepala Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPwBI Sultra, Surya Alamsyah, usai wawancara di ruangan kerjanya, Selasa (7/7). Foto: Indy/kendarinesia.

Pandemi memberikan dampak yang luar biasa terhadap pertumbuhan ekonomi, baik secara global maupun lokal.

Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Sultra mencatat dampak corona paling terasa ditriwulan II 2020, di mana pertumbuhan ekonomi Sultra diperkirakan melambat dan berada diangka kisaran 3,8-4,2 persen.

Bacaan Lainnya

Hal ini diungkapkan langsung Surya Alamsyah selaku Kepala Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPwBI Sultra, saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (7/7).

“Dampak pandemi ini sangat terasa sekali, ekonomi Sultra di triwulan dua saat puncak terjadinya wabah berada diangka 3,8-4,2 persen,” bebernya.

Sektor yang menopang perekonomian Sultra di triwulan II menurut Surya Alamsyah masih ditopang oleh sektor pertanian yang diperkirakan masih mampu tumbuh lebih tinggi sehingga sedikit membantu perlambatan ini. Hal ini tak lepas dari pangsa dominan sektor pertanian dalam perekonomian, sekitar 22 persen.

Sementara sektor yang dominan lainnya, yaitu pertambangan, memiliki pangsa sekitar 20 persen, pertumbuhannya melambat. Sementara sektor perdagangan yang memiliki pangsa cukup besar pula, diperkirakan pertumbuhannya masib cukup baik, terbantu dengan peningkatan konsumsi saat Lebaran

Jika melihat pertumbuhan ekonomi ditriwulan I tahun 2020 dengan angka capaian 4,4 persen, sementara pada triwulan II 2020 diperkirakan melambat. Perlambatan ini semakin terasa manakala dibandingkan dengan triwulan II tahun sebelumnya, di mana perekonomian sultra tumbuh diangka 6,3 persen. Sedangkan ditriwulan IV tahun 2019 tercatat tumbuh 6,4 persen.

Bagaimana dengan triwulan III tahun ini di tengah pandemi yang masih berlangsung?, pria berkacamata ini mengatakan pertumbuhan ekonomi akan kembali meningkat pasca diberlakukannya tatanan hidup baru atau New normal.

“Pergerakan ekonomi akan menggeliat, seiring dengan aktivitas masyarakat di luar rumah, tentunya akan memberikan pengaruh terhadap konsumsi. Baik konsumsi masyarakat maupun konsumsi pemerintahan, yang tentunya membawa dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.

Lalau bagaimana dengan inflasi sendiri? BI mencatat inflasi tertinggi di Sultra terjadi di bulan Juni, saat masyarakat mulai perlahan beraktivitas secara normal di mana terjadi permintaan yang cukup tinggi, sedangkan stok beberapa komoditas masih relatif terbatas, terutama untuk jasa angkutan udara.

“Juni itu inflasi tinggi sekali sampai di angka 1 persen, padahal bulan sebelumnya hanya 0,26 persen. Hal ini disebabkan karena permintaan masyarakat yang cukup tinggi, kemudian permintaan dari penerbangan juga, sementara penerbangan masih dibatasi,” bebernya.

Lantas apa saja yang dilakukan KPwBI untuk menekan inflasi? pihaknya mengatakan BI terus mendorong ketersediaan stok atas permintaan masyarakat terutama bahan makanan dan beberapa jenis ikan-ikanan di Sultra, dengan mendorong perdagangan antar pulau.


Pos terkait