Proses perekrutan 5000 Tenaga Kerja Lokal (TKL) untuk PT VDNI dan OSS, yang diambil alih oleh Pemda Konawe dinilai rawan terjadinya pungutan liar (Pungli). Hal ini diungkapkan langsung oleh H Abdul Ginal Sambari, salah satu anggota komisi III DPRD Konawe, pada Rabu (22/7).
Ia mengungkapkan, secara kelembagaan DPRD Konawe tidak menerima undangan atau surat untuk turut serta mengawasi proses penerimaan TKL yang dinilainya rawan pungli.
“Paling tidak, jika kami dilibatkan akan kami awasi setiap hati. Tapi yang terjadi, justru inisiatif kami sendiri untuk mengawasi karena jangan sampai ada yang tidak sesuai prosedural, misal ada titipan, pungli, artinya ini tidak profesional,” katanya.
Ginal berharap, proses penerimaan 5000 TKL kali ini bersih dari praktek pencaloan. Pasalnya penerimaan sebelumnya, menurut Ginal sarat akan praktek pencaloan.
“Jadi kalau misalnya ada 10 orang yang daftar, yang dipanggil kerja itu yang ada uangnya,” bebernya.
Politisi Golkar ini mengancam jika penerimaan 5000 TKL tidak transparan dan tidak prosedural pihaknya akan melaporkan kepada pihak berwajib.
“Kalau ada lagi tidak transparan, kalau kami temukan walaupun tidak punya kewenangan penyidikan, tapi penyelidikan ada. Kami akan laporkan. Kami ingin bersihkan image pungli seperti yang ada di masyarakat sekarang,”tegasnya.
Ditanya mengenai alasan tidak dilibatkannya DPRD, Ginal mengatakan pihaknya tidak tahu menahu. Padahal pertambangan merupakan mitra dari komisi III, apalagi dalam penentuan kebijakan harusnya pihaknya dilibatkan.
“Kami tidak tau persis, penentuan kebijakan kami tidak diundang. Tau taunya sudah ada pendaftaran,” bebernya.
Lelaki tambun ini sangat menyayangkan tindakan Pemda Konawe, padahal jika terjadi hal yang tidak diinginkan DPRD lah yang akan mewadahi dan memediasi.
“Jika muncul persoalan kami harus tengahi lagi, padahal awalnya kami tidak tau. Mudah-mudahan tidak ada kongkalikong,”tandasnya.