Biaya Operasional dalam Perbup BPD Konsel Dipertanyakan

Pengurus Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD), bersama beberapa Ketua BPD se-kabupaten Konsel. Foto: Abdillah/kendarinesia.

Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra), sambangi Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD), Kamis (23/7). Mereka meminta agar diterbitkannya Perda khusus yang mengatur Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Rombongan Asosiasi BPD ini dipimpin langsung oleh Ketua Indra Mahmud, bersama Sekretaris Andi Razak, dan perwakilan Ketua BPD se-Kabupaten Konsel, yang diterima oleh Sekretaris DPMD Alimun, beserta jajarannya.

Bacaan Lainnya

Kedatangan rombongan Asosiasi BPD tersebut bukan tanpa sebab, pasalnya BPD meminta penjelasan dari pihak DPMD Konsel terkait BOP (Biaya Operasional) BPD yang tidak tercantum dalam Perbup (Peraturan Bupati) Tahun 2020 dan juga menuntut untuk diterbitkannya Perda (Peraturan Daerah) khusus tentang BPD.

Ketua Asosiasi BPD Konsel Indra Mahmud mempertanyakan langsung mengenai kejelasan BOP untuk BPD karena dalam Perbup Nomor 4 tahun 2020 Tentang Pedoman Pengelolaan ADD, hanya mengatur tentang besaran tunjangan kedudukan dan fungsi bagi BPD, sementara untuk BOP tidak tercantum didalamnya.

“Sehingga dengan tidak tercantumnya BOP dalam Perbup berarti BPD tidak memiliki BOP dan membuat Kepala Desa tidak memiliki acuan dasar untuk menganggarkannya, dan ini yang dipersoalkan karena BPD memiliki tanggungjawab yang besar terhadap masyarakat,” katanya.

Selain itu, kata Indra, Asosiasi menginginkan adanya Perda yang khusus mengatur tentang BPD agar BPD sebagai lembaga didalam Pemerintahan Desa dapat berdiri sendiri serta memiliki fungsi dan peran yang diatur dalam Perda dimaksud sehingga memiliki kepastian hukum dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

“Hal yang paling penting adalah tentang Perda khusus untuk BPD, agar lembaga BPD ini dapat mandiri dan berdiri sendiri serta dapat mengelola anggarannya, tidak lagi dibawahnya kepala desa. Karena selama ini banyak BPD yang hanya dianggap sebagai tukang stempel dan kurang dilibatkan oleh kepala desanya, padahal BPD sebagai mitra dan sejajar posisinya dengan kepala desa,” ungkapnya.

Hal senada diungkapkan Sekretaris Asosiasi BPD Konsel, Andi Razak, dirinya mengungkapkan bahwa dengan tidak dicantumkannya BOP dalam Perbup tahun 2020 membuat BPD semakin tidak diperhatikan.

“Seperti pada Perbup tahun 2019 yang lalu itu sangat jelas besaran BOP tercantum sebesar 5 juta per tahun. Tapi kenapa untuk tahun 2020 ini dalam Perbup tidak ada penjelasan lebih detail tentang besaran BOP. Belum lagi honor BPD yang dirasakan masih minim sementara aparat desa honornya justru dinaikkan, padahal kedudukan BPD ini sejajar dengan Kepala Desa,” jelasnya.

Demi memperjuangkan hal tersebut, kata Razak, pihaknya juga telah menemui Bupati untuk mempertanyakan langsung hal tersebut. Menurutnya Bupati tidak memberikan kepastian atas aspirasi Asosiasi BPD untuk menerbitkan Perda BPD.

“Kami tidak mendapatkan kepastian dari Bupati terkait tuntutan kami untuk memperjuangkan Perda BPD. Untuk itu di momen Pilkada ini kami mencari Calon Bupati yang ingin memperjuangkan aspirasi kami,” tegasnya.

Menjawab hal itu, Sekretaris Dinas DPMD, Alimun, mengatakan bahwa sebenarnya BOP untuk BPD tetap ada, namun tidak dijabarkan terperinci dalam Perbup Nomor 4 tahun 2020 tentang Pedoman Pengelolaan Anggaran Dana Desa (ADD).

“Karena hal itu diserahkan kepada kebijakan Kepala Desa untuk mengaturnya yang disesuaikan dengan wilayah desanya masing-masing, jadi BOP untuk BPD tetap ada namun tidak dijabarkan dalam Perbup,” bebernya.

Ditempat yang sama, Kasi Keuangan, Aset dan Perencanaan Desa, Iwan Darmansyah, mengungkapkan bahwa untuk BOP yang dituntutkan itu dikembalikan kepada masing-masing Kepala Desa untuk mengaturnya sehingga tidak dicantumkan dalam Perbup.

“Kenapa kita tidak cantumkan BOP dalam Perbup, karena kita punya Perbup tentang Kewenangan Pemerintah Desa sehingga diserahkan kepada Kepala Desa untuk mengaturnya, jadi besaran operasionalnya nanti bisa ditetapkan melalui kesepakatan dalam musdes,” terangnya.

Terkait honor, kata Iwan, perlu diketahui bersama bahwa tunjangan Ketua BPD sama dengan Kepala Desa yakni 500 ribu, Wakil Ketua sama dengan Sekdes yakni 350 ribu, hanya yang membedakan adalah kepala desa memiliki Siltap (penghasilan tetap) sementara BPD hanya tunjangan.

“Jadi tunjangan untuk BPD sama dengan Kepala Desa, bedanya karena adanya siltap untuk Kepala Desa sementara BPD hanya tunjangan. Dan memang kami akui belum ada Perda atau Perbup khusus untuk BPD, oleh karena itu dengan adanya tuntutan dari Asosiasi ini maka kami akan akomodir,” pungkasnya.


Pos terkait