Adik Mantan Kapolri Revitalisasi Tambak Menjadi Hutan Mangrove di Konawe

Lahan tidur yang ditanami mangrove oleh adik mantan Kapolri, Jendral Idham Azis. Foto: Istimewa.

Usai pensiun menjadi anggota Polri dengan jabatan terakhir sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), rupanya Jenderal Idham Azis memilih fokus dengan dunia-dunia pertanian dan kehutanan. Itu terbukti dengan tindakannya merevitalisasi sebuah tambak tak berguna menjadi kawasan hutan mangrove. 

Lokasinya terletak di Desa Atowatu, Kecamatan Soropia. Buah pikirannya itu ia tumpahkan ke adiknya bernama Samsul Hilal. Samsul tidak saja mengubahnya sebagai hutan mangrove, lokasi tambak disulap layaknya tempat wisata alam yang kedepannya bisa dijadikan pusat studi banding dan atau lokasi sekedar menghirup udara asri nan indah. 

Bacaan Lainnya

Sebenarnya lokasi tersebut sempat diributkan oleh sekelompok pemuda, mereka menuding adik mantan orang nomor satu di tubuh polri itu mengeksploitasi hutan mangrove. Faktanya, tudingan itu tak berdasar. Buktinya, penelusuran yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup Sultra, Dinas Kehutanan, BKSDA dan Sekda Kabupaten Konawe, tidak menemukan adanya eksploitasi. Malah menyebut lokasi itu adalah revitalisasi tambak. 

Kadis Kehutanan Sultra, Sahid, menjelaskan berdasarkan hasil analisa, lahan tersebut seluas 25 hektar berada di Desa Atowatu. Tempat itu juga bukan masuk kawasan hutan melainkan hutan biasa atau masuk kategori area penggunaan lain atau APL milik warga. Kemudian tambak yang tidak berguna dijadikan sebagai kawasan penanaman mangrove.

“Buktinya mangrove di sudut depan laut lepas tidak terganggu. Bahkan ini baik, menambah kawasan hutan mangrove yang data kami menunjukan sedang krisis. Ini adalah tindakan baik dan tidak melanggar,” kata Sahid di sela-sela kunjungannya di lokasi tambak milik Samsul. 

Tempat tersebut sama sekali tak dirusak atau dieksploitasi. Peninjauan lokasi tersebut juga menjawab bahwa lahan ini bukan milik mantan Kapolri, melainkan adiknya. Dia merupakan keluarga dari Idham Azis yang mengelola lahan tersebut setelah dibeli dari 8 orang warga di desa tersebut. 

“Setelah kami lakukan peninjauan, lahan ini justru dikelolah dengan baik. Ada tiga Empang yang dikelolah dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Ini namanya revitalisasi empang. Tak ada kawasan Mangrove yang dirusak,” jelasnya, pada Rabu (03/02). 

Sahid menuturkan, kawasan ini justru bernilai karena pengelolannya terlihat cukup baik. Bahkan bisa jadi kawasan agrobisnis wisata. Dalam kondisi tata ruang ruang, kawasan ini masuk dalam Area Penggunaan Lain (APL). Tidak masuk dalam kawasan hutan seperti apa yang ditudingkan oleh sejumlah Mahasiswa yang menggelar aksi demonstrasi di DPRD Sultra. 

“Kawasan hutan dapat dikualifikasikan. Pertama, kawasan hutan itu pengertiannya yakni kumpulan pohon-pohon yang saling berinteraksi dan ditetapkan oleh Pemerintah Daerah,” jelasnya.

“Tapi, ini bukan masuk kawasan hutan. Memang mangrove, tapi tak ada yang mengeksploitasi Mangrove disini. Justru kami lihat, ada penanaman mangrove. Dan bahkan dapat menguntungkan lingkungan hidup biota laut, sekaligus menguntungkan masyarakat. Karena di Empang ini, masyarakat dapat memancing atau mencari udang,” ujarnya.

Lahan tidur yang ditanami mangrove di Desa Atowatu. Foto: Istimewa.

Kadis Lingkungan Hidup Sultra, Ansar juga ikut berkomentar. Dia justru mengapresiasi kawasan empang tersebut. Karena dengan pengelolaan empang di dekat mangrove ini dapat memelihara kebersihan laut. Apalagi, pengelolah menanam mangrove. Dia menilai tindakan Samsul masuk dalam program Pemerintah Pusat, yakni penanaman sejuta mangrove. 

Penguatan ini juga disampaikan oleh Kepala BKSDA Sultra. Baginya, tak ada area konservasi di kawasan empang tersebut. Semua yang dilakukan oleh pemilik lahan tersebut sudah benar. Adapun Sekretaris Daerah Kabupaten Konawe, Ferdinand menuturkan bahwa area seluas 25 hektar ini sudah dimanfaatkan sesuai dengan aturan. 

“Apalagi pengelola yang memilikinya menanam mangrove dengan tepat dan mengelola tiga empang yang bisa dimanfaatkan masyarakat,” jelasnya. 

“Saya pikir, tidak ada yang dirusak disini. Justru diperbaiki dan dikelola dengan baik,” katanya lagi.

Memanfaatkan Lahan Tidur 

Salah seorang warga bernama Imran, pria yang usianya 40 tahun yang dipercayakan menjaga dan mengelola kawasan tersebut menuturkan bahwa oleh Samsul, kawasan ini awalnya dilihat kumuh namun memiliki potensi yang baik dari sisi lingkungan hidup. 

Salah satunya dengan merevitalisasi tambak menjadi kawasan mangrove. Tapi kawasan tersebut dalam pikiran Samsul seperti taman yang bisa dilihat dari gunung dan terhampar hingga ke pesisir pantai. Apalagi kondisi semacam itu tidak ada di Sultra. 

“Sehingga ditanya-tanyalah warga sekitar, ketemu pemilik lahan dan dibeli. Kemudian dibangun seperti sekarang ini,” katanya. 

Ia tidak sempat pikir bahwa tindakan itu diributkan apalagi sampai ke DPRD Sultra. Tapi itu ia tidak ambil pusing. Ia abaikan peristiwa itu dengan mencoba berkonsultasi dengan pemerintah. Hasilnya diluar dugaan. Pemerintah malah menyambut baik. 

“Warga juga disini senang karena ada pemandangan-pemandangan indah kan,” katanya. 

Mangrove katanya disebar di tiga lokasi. Masing-masing lokasi berjumlah hampir mencapai 1 hektare. Dengan memanfaatkan mangrove yang ada, ditanami sudah berjalan 3-4 bulan. Ada yang sudah mulai tumbuh dan ada yang sementara proses. 

“Warga disini kami libatkan menanam mangrove,” terangnya singkat.


Pos terkait